Laman

Jumat, 13 April 2012

Detik-Detik Menjelang Ujian Nasional

Detik-Detik Menjelang Ujian Nasional
Oleh: Adrianus Ngongo

Guru SMK N 2 Kupang dan Dosen STIBA CNK-Kupang


SEDIKIT hari lagi, siswa/siswi yang sedang duduk dibangku kelas XII Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK) akan menjalani ujian nasional.

Tepatnya tanggal 16-19 April 2012, para anak didik yang telah menempuh tiga tahun masa belajar di bangku SMA/SMK akan bertempur untuk mengetahui apakah mereka memang telah layak menyandang selembar kertas ijazah yang bermanfaat bagi masa depan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bekerja.

Seperti kejadian tahun-tahun sebelumnya, perdebatan selalu menyertai penyelenggaraan Ujian Nasional (UN). Ada kelompok pro yang tidak melihat kekurangan dari jenis tes ini. Pemerintah lewat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berada di kelompok ini.

Sebaliknya, juga ada kelompok kontra yang dengan tegas anti UN dan menganjurkan agar dihapus. Usaha tersebut sempat nyaris tercapai saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar perlu perbaikan terus-menerus dalam implementasinya. Para aktivis pendidikan yang peduli dengan nasib anak didik dan pendidikan bermutu sangat menyokong perlawanan tersebut.

Di tengah-tengah pro-kontra tersebut, faktanya UN tetap dilaksanakan tahun ini. Keputusan MK yang mengharuskan agar UN ditinjau ulang seakan macan ompong tak bergigi. Nah, bagi siswa/I saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Sekarang waktunya untuk bertempur, bertarung menguji kapasitas diri.

Tiga Kelompok Siswa
Detik-detik menjelang ujian nasional biasanya membagi siswa dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah siswa yang antusias dan optimis menyambut UN. Sikap antusias dan optimis ini tentu muncul karena mereka telah mempersiapkan diri dengan baik. Setiap waktu yang ada dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk belajar, berdiskusi, dan bertanya.

Semua sarana dan sumber belajar yang tersedia dipakai untuk meningkatkan kematangan persiapan menyambut UN. Kerja keras dan semangat pantang menyerah dalam mengejar ilmu dan pengetahuan menjadi motto hidup yang terinternalisasi dalam diri dan dihidupi. Kelompok siswa ini biasanya memiliki kesadaran pendidikan yang memadai.

Kelompok kedua adalah kelompok siswa yang pesimis menyambut UN. Sikap pesimis ini lahir bukan saja karena keterbatasan pribadi ikhwal pengetahuan dasar yang mereka punyai tetapi juga bisa karena keterbatasan sarana-prasarana dan guru atau kondisi sekitar yang tidak mendukung mereka mempersiapkan diri dengan baik.

Seperti kita ketahui, setiap siswa memiliki talenta dan kemampuan pribadi yang berbeda satu sama lain. Ada yang cerdas, yang lainnya medioker dan sisanya lagi kelas bawah. Keterbatasan sarana-prasarana dan guru juga sering menjadi kendala anak didik siap menghadapi UN.

Sekolah-sekolah swasta di pinggiran kota atau di kecamatan-kecamatan yang aksesnya sulit atas berbagai layanan pendidikan adalah pemisalan. Sementara anak didik yang tinggal bersama pengasuh atau keluarga lain yang bukan keluarga inti sering pesimis karena waktu mereka tersita untuk urusan-urusan yang jauh dari persiapan menjelang UN.

Kelompok ketiga adalah kelompok siswa apatis, masa bodoh. Bagi mereka UN tidak memiliki arti penting (Meaningless). Karena itu, belajar atau tidak bukan problem yang mesti diperhatikan. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama peer-group (teman sebaya) adalah bentuk kegiatan yang digandrungi.

Kelompok siswa ini sering bolos saat pelajaran, tidak mengikuti extra-learning yang diselenggarakan di sekolah. Buku dan bank soal yang sudah dibagikan sekalipun tidak diberdayakan dalam kerangka mempersiapkan diri mereka menghadapi UN.

Kadang bila diingatkan, mereka dengan santai menjawab bahwa mujizat itu nyata. Mentalitas instan, harap gampang sangat melekat dalam diri mereka. Karena itu, menyontek saat ujian sangat rentan terjadi dan biasanya dilakukan oleh golongan siswa ini.

Dari ketiga kelompok siswa ini, dua yang pertama masih kita beri apresiasi karena mereka sadar diri dan kenal diri. Belajar sebagai kewajiban yang mesti ditunaikan seorang siswa tetap dijalani.

Sementara kelompok siswa yang terakhir patut disayangkan. Mereka tidak mengenal diri dan terjebak dari pusaran kesenangan semu. Karenanya guru dan orang tua perlu ekstra energy untuk mengingatkan kelompok ini secara terus-menerus untuk belajar sehingga dapat meraih sukses dalam UN.

Harus Siap
Meskipun kita sadari bahwa masih ada siswa yang belum siap menghadapi UN, namun sekarang semuanya harus siap. Artinya siap tidak siap, suka tidak suka, tergolong dalam kelompok sadar diri atau tidak, UN harus dihadapi. Tidak ada lagi waktu untuk berpaling ke belakang.

Juga tidak cukup kesempatan untuk menyesali perilaku yag keliru di masa silam atau mulai berandai-andai. Yang diperlukan sekarang adalah keberanian menghadapi UN dengan sikap mental siap menghadapi resiko apapun yang terjadi. Bersikap gentleman. Kalau layak ya lulus, bila belum ya mengulang.

Kesiapan menghadapi resiko ini tidak cukup hanya berasal dari siswa saja. Orang tua, guru, dinas pendidikan (pemerintah), serta semua stakeholder lain juga harus siap menerima resiko yang sepahit apapun.

Artinya bila hasil UN tidak atau belum memuaskan, itu pertanda bagi kita untuk berbenah dan memperbaiki diri. Itu juga pertanda bahwa masih ada yang keliru yang mesti direparasi. Bila hasilnya memuaskan, tak salah kita bangga seiring kesadaran untuk meningkatkannya lagi.

Ketidaksiapan untuk menerima resiko akan melahirkan berbagai ragam kemudaratan yang pelan tetapi pasti menggiring kita ke jurang kehancuran. Berbagai jenis praktek negative yang dilansir oleh berbagai media pada penyelenggaraan UN tahun-tahun silam menjadi bukti betapa kesiapan mental atau keberanian menanggung resiko sungguh sulit diwujudkan.

Memang yang pahit pasti tidak enak di lidah. Tetapi patut diingat pula bahwa yang pahit ternyata bermanfaat melanggengkan usia seseorang hingga uzur. Mungkin sekarang resiko yang ditanggung sangat berat tetapi dalam jangka panjang itu menjauhkan pendidikan kita dari kerusakan dan kehancuran.

Tips Sederhana
Hari-hari menjelang UN sangat krusial bagi siswa. Karena itu perlu dijalani dengan bijak. Berikut beberapa tips yang membantu siswa mempersiapkan dan menjalani UN dengan sukses. Pertama, tetap belajar. Ulangi bahan-bahan yang dirasa masih belum dipahami dengan tepat. Berdiskusi dengan guru dan teman-teman juga sangat membantu.

Soal-soal UN tahun-tahun sebelumnya jangan lupa dipelajari lagi. Namun, porsi belajar jangan terlalu banyak. Sebaiknya dikurangi karena kita telah mempersiapkan diri jauh sebelumnya dengan sangat keras. Hindari juga sikap kuatir yang berlebihan karena akan berpengaruh secara psikologis saat ujian tiba.

Kedua, jaga kesehatan. Kesehatan sangat penting menjelang UN. Hindari jenis olahraga yang berat dan bisa mencederai diri. Lakukan olahraga ringan yang tidak beresiko. Hindari juga minuman beralkohol dan belajar hingga larut malam.

Sekarang begadang untuk belajar tidak signifikan lagi. Perselisihan atau konflik dengan sesama teman atau siapa saja dihindari karena memiliki efek psikologis negatif. Ketenangan sangat menunjang kita menyambut ujian dengan hasil memuaskan.

Ketiga, persiapkan peralatan ujian. Pensil, pulpen, penghapus, penggaris dan papan alas jangan sampai dilupakan. Semua peralatan ini sangat bermanfaat karena membantu kita berkonsentrasi penuh dalam menjalani UN. Hindari pinjam-meminjam karena selain mengganggu orang juga mengabarkan kepada orang lain bahwa kita tidak siap.

Akhirnya, betapa mulianya kita bila memahat dalam diri kalimat bijak yang disenandungkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhamad Nuh. “Bukan prosentase yang penting, tetapi proses yang jujur itulah yang penting!” Selamat berjuang!.

Tidak ada komentar: